M-TJEK NEWS – Menurut Sekjen Kemendagri Suhajar Diantoro, dari 4,2 juta ASN (PNS dan PPPK) aktif, sebanyak 10 persen atau 400 ribu ASN masuk kategori miskin dan memenuhi kriteria masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Dari 4,2 juta (ASN) kita harus memaklumi bahwa masih ada pegawai negeri (PNS) kita yang dianggap sebagai masyarakat berpenghasilan rendah, MBR,” kata Suhajar dikutip dari YouTube TASPEN, 25 Januari 2024.
Bahkan, PNS yang disebut miskin dan masuk kriteria masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) boleh menerima zakat.
Masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli, sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah.
Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 22/KPTS/M/2023, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dibedakan sesuai wilayah dan status kawinnya.
Masyarakat di seluruh daerah, kecuali Papua yang berpenghasilan paling banyak Rp7 juta per bulan (belum menikah) dan Rp8 juta per bulan (sudah menikah) merupakan MBR.
Khusus peserta Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) penghasilan paling banyak Rp8 juta per bulan merupakan MBR.
Masyarakat di Papua yang berpenghasilan paling banyak Rp7,5 juta per bulan (belum menikah) dan Rp10 juta per bulan (sudah menikah) merupakan MBR.
Khusus peserta Tapera penghasilan paling banyak Rp10 juta per bulan merupakan MBR.
Suhajar menilai, PNS yang berpenghasilan di bawah Rp7 juta per bulan termasuk miskin dan berhak menerima zakat.
“Apabila di bawah tujuh juta kan sekarang penerima zakat ada batasnya orang berpenghasilan berapa dianggap penerima zakat,” ucapnya.
Ia menyebut, ada golongan PNS tertentu yang seharusnya boleh menerima zakat.
“Ternyata pegawai negeri (PNS) golongan dua tadi boleh menerima zakat. Cuma pegawai negeri kalau masuk dalam bansos (bantuan sosial) sudah ribut. Padahal mungkin sama-sama pasti susah juga,” ujarnya.
Sekjen Kemendagri memaparkan, ada indikator kemiskinan yang perlu dilihat untuk menilai PNS termasuk miskin atau tidak.
Menurutnya, PNS golongan 2A disebut miskin dan masuk kriteria masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Golongan 2A pekerjaannya sopir apa iya bisa (punya) rumah tipe 100 (meter persegi)? Baru-baru kerja mungkin (punya) rumah tipe 27 (meter persegi),” katanya.
Padahal dalam Keputusan Menteri PUPR tersebut ditetapkan, kriteria MBR adalah yang memiliki rumah dengan lantai paling luas 36 meter persegi untuk rumah umum dan satuan rumah susun atau 48 meter persegi untuk pembangunan rumah swadaya.
“Misalnya, rumah tipe 27 (meter persegi) istri satu anak dua. Harusnya rumahnya adalah di atas 32 meter persegi karena minimal 8 meter persegi per orang,” kata Suhajar.
Menurutnya, PNS yang sudah menikah dan berpenghasilan Rp8 juta per bulan tetap bisa disebut miskin.
“Berpenghasilan delapan juta pun kalau sudah menikah istri tidak bekerja, dia bisa berpeluang (karena) tidak cukup untuk membiayai kehidupan keluarganya,” ucapnya.