Jakarta, M-TJEK NEWS, Indonesia memiliki salah satu kampung multietnis di pesisir utara Pulau Jawa yang terkenal akan motif batik yang menggabungkan keindahan dua budaya.

Adalah Lasem, sebuah kecamatan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Wilayah ini menjadi rumah bagi Muslim, etnis Tionghoa, pemeluk ajaran Katolik dan Kristen, serta penganut kepercayaan Hindu Buddha yang berhasil menjaga harmoni bersama, meski berbeda satu dengan yang lainnya.

Tak hanya latar belakang sosial-budaya masyarakatnya yang unik. Bangunan-bangunan disana pun memancarkan keindahan khas masyarakat plural yang beragam.

Lasem memiliki semua rumah ibadah, mulai dari klenteng, vihara, masjid, hingga gereja. Puluhan pondok pesantren tua di sana juga memiliki arsitektur khas Tiongkok.


Baca Juga : Prof Hibnu : Serangan ke Jaksa Agung Bentuk Pelemahan Pemberantasan Korupsi


Rasa toleransi mereka tak hanya dicitrakan dari bangunan saja, kebiasaan-kebiasaan masyarakatnya pun kental dengan sikap saling menghormati antar sesama.

Misalnya, pada saat orang Tionghoa yang meninggal, Muslim di sana turut serta dalam takziyah dan mendoakan.

Wujud budaya yang menjadi bukti keberagaman Lasem adalah produksi batiknya. Batik ini dikenal dengan nama Batik Tiga Negeri.

Motif batik ini memiliki keunikan di antara jenis batik lainnya yang ada di Pulau Jawa. Tak sekadar motif, Batik Tiga Negeri menjadi representasi pluralisme tiga budaya yang ada di Lasem, yakni budaya Tionghoa, Jawa, dan Belanda.

Motif batik yang dimiliki Lasem ini sangat kompleks, dilihat dari dominasi tiga warna yang mewakili tiap-tiap budaya. Merah untuk Tionghoa, cokelat saga khas Jawa, dan biru indigo mewakili Belanda.

Sementara itu, cokelat soga mewakili kebudayaan Jawa yang sarat akan filosofi kehidupan masyarakat dan kepribadian orang Jawa.

Akulturasi budaya ini dilatarbelakangi fakta bahwa perajin batik di Lasem mulanya adalah keturunan Tionghoa, sampai akhirnya banyak masyarakat lokal yang mendalami kesenian tersebut.

Etnis Tionghoa mendiami Lasem sejak kedatangan mereka pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20, kala kecamatan tersebut masih menjadi tempat persinggahan.

Sedangkan, pola-pola yang ada di Batik Tiga Negeri Lasem pertama kali diperkenalkan oleh Si Putri Campa (Na Li Ni), istri Bi Nang Un, salah seorang anggota ekspedisi Cheng Ho.

Istri Bi Nang Un mulai membatik motif-motif bernuansa Tiongkok seperti burung hong, naga, banji, kupu-kupu, bunga seruni, singa, dan bunga teratai. Motif-motif tersebut akhirnya menjadi motif khas dari batik Lasem.

Kain Batik Tiga Negeri membutuhkan proses yang lama dan kompleks dalam pembuatannya, karena pewarnaan batik ini dilakukan tidak hanya di satu tempat.

Perajin Batik Tiga Negeri percaya bahwa kandungan mineral pada air di satu daerah berbeda dengan daerah lainnya.

Pencelupan warna dilakukan di tiga daerah berbeda : Lasem, Pekalongan, dan Solo. Tak heran mengapa batik ini begitu disukai, bahkan menjadi pilihan bagi orang-orang Arab, Belanda, dan Tiongkok, meski harganya sangat mahal.

Ingin merasakan kehidupan multietnis di Lasem? Anda bisa memantau kalender Festival Lasem yang digelar setiap tahunnya. (*)