Jakarta, M-TJEK NEWSKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan suap dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan.

Sejumlah anggota DPRD OKU diduga meminta jatah pokok pikiran (pokir) sebesar Rp 40 miliar dari proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai syarat pengesahan RAPBD.

Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut permintaan tersebut muncul dalam pertemuan antara perwakilan DPRD dan pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) OKU pada Januari 2025.

Dalam pertemuan itu, perwakilan DPRD diduga mengajukan jatah pokir yang kemudian disepakati dalam bentuk proyek fisik.

“Pada pembahasan tersebut, perwakilan dari DPRD meminta jatah pokir. Kemudian, disepakati bahwa jatah pokir tersebut diubah menjadi proyek fisik di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan dengan nilai sebesar Rp 40 miliar,” ujar Setyo dalam konferensi pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (16/3/2025).

  • Anggaran Dinas PUPR Naik Dua Kali Lipat

Setyo mengungkapkan, jatah pokir yang dialokasikan untuk ketua dan wakil ketua DPRD senilai Rp 5 miliar, sementara untuk anggota DPRD masing-masing Rp 1 miliar. Namun, karena keterbatasan anggaran, jumlah pokir akhirnya diturunkan menjadi Rp 35 miliar.


Baca Juga : KPK OTT di OKU Sumsel, Kepala Dinas PUPR dan Anggota DPRD Diamankan


Setelah kesepakatan tersebut, APBD OKU tahun anggaran 2025 akhirnya disetujui. Anggaran Dinas PUPR yang sebelumnya hanya Rp 48 miliar naik drastis menjadi Rp 96 miliar.

Kepala Dinas PUPR OKU, Nopriansyah (NOP), kemudian menawarkan sembilan proyek kepada pihak swasta dengan commitment fee sebesar 22 persen, yang terdiri dari 20 persen untuk DPRD dan 2 persen untuk Dinas PUPR.

“Saat itu Saudara NOP, yang merupakan Pejabat Kepala Dinas PUPR, menawarkan sembilan proyek tersebut kepada Saudara MFZ (M Fauzi) dan Saudara ASS (Ahmad Sugeng Santoso) dengan commitment fee sebesar 22 persen,” jelas Setyo.

  • Modus Pinjam Bendera dan Penyerahan Uang Suap

KPK menemukan bahwa proyek-proyek tersebut telah dikondisikan oleh Nopriansyah dengan modus “pinjam bendera” agar dimenangkan oleh pihak tertentu.

Menjelang Idulfitri, beberapa anggota DPRD OKU yang diwakili oleh Ferlan, Fahrudin, dan Umi Hartati menagih jatah proyek tersebut ke Nopriansyah.

Pada 13 Maret 2025, M Fauzi menyerahkan uang sebesar Rp 2,2 miliar kepada Nopriansyah sebagai bagian dari fee proyek. Sebelumnya, Ahmad Sugeng Santoso juga telah menyerahkan Rp 1,5 miliar.

KPK kemudian melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Nopriansyah dan pihak terkait pada 15 Maret 2025.

  • KPK Tetapkan Enam Tersangka

Dari hasil penyelidikan, KPK menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus ini, yakni:

1. Ferlan Juliansyah (FJ) – Anggota Komisi III DPRD OKU

2. M Fahrudin (MFR) – Ketua Komisi III DPRD OKU

3. Umi Hartati (UH) – Ketua Komisi II DPRD OKU

4. Nopriansyah (NOP) – Kepala Dinas PUPR OKU

5. M Fauzi alias Pablo (MFZ) – Pihak swasta

6. Ahmad Sugeng Santoso (ASS) – Pihak swasta

Keempat pejabat DPRD dan Kepala Dinas PUPR dijerat dengan Pasal 12a, 12b, 12f, dan 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal ini mengatur hukuman untuk tindak pidana suap, pemotongan anggaran, dan gratifikasi, dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.

Sementara itu, M Fauzi dan Ahmad Sugeng Santoso dikenakan Pasal 5 ayat 1a atau b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, yang mengatur hukuman bagi penyuap dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara.

KPK menegaskan bahwa kasus ini masih dalam pengembangan dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru. (ARF).