Bandar Lampung, M-TJEK NEWS, – Di tengah upaya efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintahan Prabowo Subianto, muncul sorotan terhadap dana hibah yang tidak jelas peruntukannya, termasuk yang disalurkan kepada organisasi masyarakat. Dana hibah yang semestinya digunakan untuk mendukung kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat hingga ke tingkatan bawah, kini justru dipertanyakan transparansinya oleh sejumlah pihak.
Salah satunya datang dari Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Kecamatan Rajabasa. Seorang pengurus A’wan MWC NU Rajabasa, Ustadz Ube Al-Intani, secara terbuka meminta adanya keterbukaan informasi dari Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Bandar Lampung terkait penggunaan dana hibah dari Pemerintah Kota Bandar Lampung.
“Jika ada untuk MWC NU ya diberikan, jika memang tidak ada kita sama-sama mandiri,” terang Kang Ube. Ia mempertanyakan kenapa selama ini MWC NU Rajabasa tidak mendapatkan perhatian khusus, tidak pernah diberitahu bahkan tidak dilibatkan dalam penggunaan dana tersebut. “Wajar jika pengurus MWC menanyakan dana hibah tersebut, untuk kebenaran dan demi makmur jaya pengurus Majelis Wakil Cabang NU di tingkat Rajabasa khususnya,” tutup Ube Al-Intani.
Ube sangat menyayangkan apabila benar dana hibah dari Pemkot sudah cair dan dikelola oleh PCNU Bandar Lampung namun tidak ada kejelasan alokasi dan distribusinya ke tingkat MWC.
Dugaan yang lebih serius pun muncul, bahwa dana hibah tersebut dimanfaatkan untuk memperkaya oknum Ketua PCNU Kota Bandar Lampung. Hal ini diperkuat oleh tidak adanya keterbukaan informasi publik terkait dana tersebut. Padahal, seluruh pengurus MWC NU memiliki hak untuk mengetahui dan mendapatkan laporan penggunaan dana yang bersumber dari uang rakyat.
Dukungan terhadap transparansi juga datang dari sejumlah pihak yang mendorong awak media untuk mengungkap dugaan penyimpangan tersebut. “Dengan ada bahasa di grup tersebut terus komporin wartawan biar semuanya terbuka,” tulis salah satu anggota grup yang identitasnya tidak ingin disebutkan.
Undang-Undang yang Diduga Dilanggar
Kurangnya keterbukaan informasi publik dalam pengelolaan dana hibah ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Dalam Pasal 3 dan Pasal 11, disebutkan bahwa setiap badan publik wajib menyediakan informasi yang terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat, termasuk dalam hal penggunaan anggaran hibah.
Jika dana hibah tidak digunakan sebagaimana mestinya, hal ini juga berpotensi melanggar UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya pasal yang mengatur mengenai penyalahgunaan wewenang dan penggelapan dalam jabatan.
Dampak dari Minimnya Transparansi
Minimnya keterbukaan dalam pengelolaan dana hibah dapat berdampak pada menurunnya kepercayaan publik terhadap organisasi keagamaan. Hal ini juga berpotensi memicu ketimpangan dalam pelaksanaan program keumatan, di mana sebagian wilayah bekerja secara mandiri sementara ada pihak lain yang menerima dana tetapi tidak menyalurkannya secara adil. Ketidakadilan semacam ini bisa melemahkan solidaritas dan merusak citra kelembagaan NU di mata umat.
Dorongan untuk PCNU dan MWC Se-Lampung
Kejadian ini diharapkan menjadi bahan evaluasi penting bagi seluruh PCNU se-Lampung untuk mulai membuka ruang transparansi dan akuntabilitas keuangan, terutama terkait dana hibah atau bantuan dari pemerintah.
Sudah saatnya seluruh MWC NU se-Lampung berani menyuarakan pentingnya keterbukaan anggaran, demi terciptanya manajemen organisasi yang sehat, bersih, dan terpercaya. Jika transparansi ini dijalankan dengan baik, maka kepercayaan publik terhadap NU sebagai organisasi keagamaan terbesar akan semakin kokoh dan memberikan manfaat yang lebih luas kepada masyarakat.