Lampung Selatan, M-TJEK NEWSSeorang fotografer di Natar, Lampung Selatan, diduga merampas hardisk milik Editor NU Media Jati Agung. Kasus ini bermula dari utang kerja video pernikahan dan berujung pada dugaan tindak pidana.

Awal Mula Perampasan

Dunia fotografi di Provinsi Lampung tercoreng. Seorang fotografer bernama Hari Pahlawan, warga Desa Pemanggilan, Kecamatan Natar, nekat melakukan aksi yang merugikan rekan seprofesinya.

Hari diduga merampas paksa hardisk milik Panhar Panjaya, Editor NU Media Jati Agung sekaligus wartawan Battik Post.

Peristiwa itu terjadi pada 12 Juli 2025 sekitar pukul 16.00 WIB di rumah korban, Perumahan Green Rajawali, Desa Candimas.

Sebuah rekaman video yang diterima redaksi memperlihatkan Hari mengenakan jaket hijau dan masker merah. Ia berbicara dengan nada kasar lalu memaksa mengambil hardisk yang berisi data pekerjaan Panhar.

Foto hasil Tangkapan Video, Tampak Hari Pahlawan saat berada di Kediaman Panhar Panjaya, diduga meramas Hardis. 

Publik terkejut karena aksi ini muncul dari persoalan kerja sama dalam proyek video pernikahan. Panhar menuntut pembayaran penuh sebesar Rp700 ribu, tetapi Hari hanya membayar Rp500 ribu. Karena pembayaran tidak tuntas, Panhar menunda pengerjaan proyek berikutnya.

  • Utang Kerja yang Tak Beres

Panhar menuturkan bahwa ia sudah berusaha menagih sisa pembayaran, tetapi Hari tidak merespons dengan baik.

“Job sebelumnya itu ditagihnya susah, ditelepon nggak diangkat, WA nggak dibalas. Istriku sampai ke rumahnya, baru dikasih Rp500 ribu. Karena belum dibayar penuh, bahan video selanjutnya belum saya kerjakan. Eh malah dia datang ke rumah, maksa bawa hardisk saya,” ungkap Panhar, Rabu (1/10/2025).

Dua bulan kemudian, tepatnya 17 September 2025, Panhar mendatangi rumah Hari untuk mengambil hardisk dengan cara baik-baik. Namun, Hari justru menjawab dengan kata-kata yang melecehkan.

“Kalau mau hardisk, bawa istri lo ke rumah gua dulu. Kalau nggak, biarain aja nggak gua balikin,” kata Panhar menirukan perkataan Hari.

  • Pengakuan Arogan

Wartawan mencoba mengonfirmasi Hari Pahlawan. Namun, ia bukannya menyesal dan malah mengakui perbuatannya dengan nada menantang.

“Iya ada. Urusannya masalah kerjaan bang. Hardis gua pulangin nggak papa. Gua cuman minta dia orang minta maaf sama gua, bukan gua yang minta maaf,” ujarnya.

Ia bahkan menambahkan pernyataan yang menunjukkan sikap arogan.

“Iya ada ama gua, ya gua ngambil data, ya nggak papa. Kalau mau ambil hardis, ambil aja. Nggak jadi masalah,” kata Hari.

  • Jeratan Pidana Mengintai

Tindakan Hari sudah keluar dari persoalan utang kerja. Ia merampas hardisk dengan unsur paksaan sehingga kasus ini masuk ranah hukum pidana. Perbuatan itu berpotensi menyeretnya dengan beberapa pasal KUHP.

Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan. Ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Pasal 368 KUHP tentang pemerasan. Ancaman hukuman mencapai 9 tahun penjara.

Karena itu, publik tidak bisa memandang remeh kasus ini. Aparat hukum memiliki dasar kuat untuk menindaklanjuti laporan korban.

  • Panhar Siap Tempuh Jalur Hukum

Merasa harga dirinya dilecehkan, Panhar menyatakan siap melaporkan kasus ini ke polisi. Ia menegaskan bahwa upaya persuasif tidak menghasilkan solusi sehingga ia benar-benar kehilangan kesabaran.

“ Sebelumya saya sabar bang, saya minta baik baik ke rumahnya, senin minggu lalu, malah dia nyuruh saya bawa istri saya kerumahnya? Apa maksud orang ini, malah makin jadi,” jelas Panhar.

” Saya mau lapor ke polisi bang. Biar nggak ada lagi kejadian begini?, ” tegas Panhar.

  • Jejak Hari Pahlawan 

Hasil penelusuran media menemukan fakta baru. Hari Pahlawan ternyata memiliki hubungan keluarga dengan Irwan Wahyudi, fotografer cabul asal Natar. Aparat memenjarakan Irwan karena mencabuli 21 siswi sekolah dasar pada tahun 2023.

Foto Dok NU Media Jati Agung: Panhar Panjaya Editor NU Media Jati Agung, yang juga editor Battikpost.

Keterkaitan ini semakin memperburuk citra dunia fotografi di daerah tersebut. Arogansi dan pelecehan yang dilakukan Hari menambah daftar hitam kasus serupa. Publik kini menunggu langkah tegas aparat untuk membuktikan bahwa hukum berlaku sama bagi siapa pun.

  • Dampak pada Dunia Fotografi

Kasus ini melukai reputasi komunitas fotografi di Lampung. Segelintir orang mencoreng profesi yang seharusnya menjunjung etika dan profesionalisme.

Praktisi hukum menilai kasus ini bisa menjadi preseden buruk jika aparat tidak menanganinya dengan serius.

Mereka menegaskan bahwa pembiaran hanya akan memunculkan anggapan bahwa pelanggar hukum bisa menyelesaikan masalah dengan intimidasi.

Fotografer memegang peran penting dalam mendokumentasikan peristiwa publik maupun pribadi. Masyarakat akan kehilangan kepercayaan jika aparat membiarkan oknum melanggar aturan tanpa sanksi tegas. (ARF)