Bandar Lampung, M-TJEK NEWS Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, menyayangkan aksi unjuk rasa petani singkong yang menolak ajakan berdiskusi dengan Pemerintah Provinsi Lampung.

Ia menegaskan bahwa dirinya berjuang sungguh-sungguh membela kepentingan petani di Bumi Ruwa Jurai.

“Saya setengah mati memperjuangkan petani, jangan bilang saya tidak bisa membela rakyat,” tegas Gubernur Mirza saat menanggapi aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Provinsi Lampung, Senin (5/5/2025).

Mirza menekankan pentingnya dialog yang sehat untuk mencari solusi bersama. Ia menilai aksi tanpa komunikasi justru menghambat penyelesaian masalah tata niaga singkong.

  • Harga Singkong Sesuai Kesepakatan Nasional

Tanpa perlu aksi demo, Pemprov Lampung terus memperjuangkan harga singkong agar sesuai hasil kesepakatan di Jakarta pada 31 Januari 2025, yaitu Rp1.350/kg dengan potongan maksimal 15 persen.

Gubernur menyampaikan bahwa pihaknya telah menggelar rapat bersama lima kementerian pada 29 April 2025 untuk mengusulkan penetapan standar harga, kadar aci, dan potongan secara nasional.

“Tidak semua keputusan harga singkong ini ada di provinsi. Terkait keseragaman harga, kadar aci, dan potongan yang berlaku nasional, itu kewenangan pusat. Kami sudah berulang kali mendesak pusat menetapkannya segera,” ungkapnya.

  • Ajakan Dialog dan Bahaya Aksi Tanpa Komunikasi

Mirza menyayangkan para petani menolak masuk ke ruang diskusi yang telah disiapkan. Ia khawatir, tanpa dialog, masalah akan semakin rumit.

“Saya hanya ingin diskusi dalam ruang yang nyaman, supaya semua jelas. Tapi kenapa hari ini tidak mau diajak diskusi?” ucapnya kecewa.

Ia menegaskan, pihaknya rutin mengadakan diskusi tentang tata niaga singkong dan mencurigai adanya pihak luar yang menunggangi aksi petani.

“Harga itu harus dibentuk dengan keikhlasan kedua belah pihak. Kalau tidak, bisa zalim,” tambah Mirza, seraya mengingatkan dampak jika pabrik tutup karena aksi sepihak.

  • Kebijakan Pro Petani dan Rakyat Kecil

Gubernur juga membeberkan sejumlah program prorakyat, seperti pengembalian 23 ribu ijazah siswa yang tertahan karena tunggakan. Mayoritas anak tersebut berasal dari keluarga petani.

“Mereka menunggak, saya kembalikan ijazahnya supaya bisa sekolah dan bekerja. Itu nilainya 3 sampai 6 juta per anak,” jelasnya.

Di sektor pertanian, ia memperjuangkan tambahan kuota penyerapan gabah oleh Bulog, dari 20 persen menjadi cakupan 100 ribu hektare untuk 40 ribu petani.

“Apalagi saat pengusaha enggan membeli dengan harga Rp6.500 per kilogram,” ujar Mirza.

Selain itu, ia juga meluncurkan program pemutihan tunggakan pajak kendaraan bermotor yang menyasar 2 juta warga, termasuk petani.

“Jangan bilang Gubernur tidak mendukung petani singkong. Keluarga saya juga terdampak karena harga singkong ini,” tutupnya. (ARF).