Turnamen Anak Meningkat, Ekonomi Bergerak
Jakarta, M-TJEK NEWS– Ratusan turnamen sepakbola usia muda—dari U-9 hingga U-17—berlangsung setiap tahun di berbagai daerah. Sekolah sepakbola (SSB), akademi, operator swasta, PSSI, dan pemerintah aktif menyelenggarakannya. Kompetisi ini membuka peluang ekonomi yang besar.
Deputi Bidang Industri Olahraga Kemenpora, R Isnanta, menegaskan bahwa operator turnamen mengeluarkan biaya operasional yang cukup besar. Meski begitu, ia menilai keberlanjutan event ini menandakan adanya potensi keuntungan yang nyata.
“Berbicara soal industri, pasti bicara faktor ekonomi. Menggelar jika tidak menguntungkan, tentu tidak akan dilanjutkan. Namun, ini bisa berlanjut, berarti ada potensi keuntungan ekonomi di situ,” kata Isnanta dalam keterangan pers.
Ekosistem Bisnis Turnamen Anak Tumbuh
Operator kompetisi seperti Liga TopSkor, Indonesia Grassroot Championship, hingga 15 organisasi di bawah APSUMSI (Asosiasi Pembina Sepak Bola Usia Muda Seluruh Indonesia) terus berkembang. FORSGI, BLiSPI, FOSSBI, dan DCT termasuk di antaranya.
Masing-masing operator rata-rata melibatkan lebih dari 2.000 atlet setiap tahun, belum termasuk pelatih, staf tim, dan orang tua.
Pendapatan tidak hanya berasal dari biaya pendaftaran, tetapi juga sponsor utama dan mitra pendamping.
Isnanta menambahkan, jika satu klub mengeluarkan Rp500 ribu sebagai biaya pendaftaran, dan ada ribuan klub ikut serta, maka potensi ekonomi yang dihasilkan sangat besar.
“Jika dihitung kasar, dibuat satu tim mengeluarkan Rp25 juta per kompetisi, dan ada sekitar 5.000 tim, maka bisa dilihat Rp125 miliar berputar karena kompetisi kelompok umur tersebut. Saya yakin, jumlah itu bisa lebih besar, karena ada ratusan kompetisi kelompok umur yang digelar di Indonesia,” tegas Isnanta.
Piala Soeratin, Contoh Gairah Ekonomi Daerah
Contoh nyata datang dari Piala Soeratin Jawa Timur 2025. Sekretaris Jenderal PSSI Jatim, Djoko Tetuko, menyebut bahwa turnamen ini tidak hanya menjaring talenta muda, tetapi juga menggairahkan perekonomian lokal.
Biaya operasional PSSI Jatim untuk tiga kategori usia mencapai Rp3,5 miliar. Dana itu digunakan untuk pengadaan lapangan, honor wasit, keamanan, dan akomodasi.
“Jika ditambah dengan pengeluaran klub dan konsumsi penonton, nilai total perputaran uang diperkirakan bisa mencapai Rp10 miliar lebih,” ujar Djoko.
Potensi Besar, Perlu Dukungan Berkelanjutan
Ekosistem sepakbola usia muda jelas membangun fondasi kuat bagi industri olahraga. Kompetisi usia dini tidak hanya membina atlet, tetapi juga menggerakkan roda ekonomi.
Pemerintah, sponsor, dan pihak swasta harus menangkap potensi ini sebagai investasi jangka panjang. Dengan mengelola kompetisi secara profesional, mereka bisa menumbuhkan industri olahraga dari akar rumput. (ARF)