Jakarta, M-TJEK NEWS – Tupperware Brands resmi bangkrut. Selasa malam waktu setempat, perusahaan telah mengajukan perlindungan kebangkrutan di Delaware, Amerika Serikat (AS).

Manajemen mengatakan telah mengalami kerugian yang meningkat karena turun drastisnya permintaan. Penjualannya merosot dalam beberapa tahun terakhir di tengah strategi baru perusahaan menempatkan lebih banyak produknya di toko ritel dan platform penjualan daring.

Sebelumnya, Tupperware secara historis dikenal dengan penjualan langsung ke konsumen, direct selling. Di masa lalu, kerap ada “Pesta Tupperware” yang mempertemukan para penjual dengan pembeli melalui demo di mana konsumen bisa mencoba langsung produk-produk yang dijajakan.

Namun strategi itu, menurut perusahaan tersebut, kini gagal menjangkau konsumen modern. Tupperware bulan lalu menyuarakan keraguan tentang kemampuannya untuk tetap menjalankan bisnis setelah beberapa kali mengisyaratkan risiko kebangkrutan karena kendala likuiditas.

“Perusahaan tersebut memiliki utang sebesar US$812 juta (sekitar Rp 12,4 juta triliun),” bunyi berkas pengadilan dikutip Reuters, dikutip Kamis (19/9/2024).

“Para pemberi pinjaman baru telah berupaya menggunakan posisi utang mereka untuk menyita aset Tupperware termasuk kekayaan intelektualnya seperti mereknya, yang mendorong perusahaan untuk mencari perlindungan kebangkrutan,” kata perusahaan dimuat laman yang sama.

Lonjakan biaya tenaga kerja, pengiriman, dan bahan baku pascapandemi seperti resin plastik juga menekan bisnisnya. Perusahaan bermaksud untuk melanjutkan operasi dan melakukan proses penawaran selama 30 hari untuk menemukan investor baru bagi seluruh perusahaan.

“Dengan neraca yang baru-baru ini, direstrukturisasi dan dorongan keuangan sementara, leverage Tupperware yang tinggi, penjualan yang menurun, dan margin keuntungan yang menyusut, terlalu berat untuk diatasi,” kata ketua eksekutif di firma analisis keuangan RapidRatings, James Gellert.

Tupperware memiliki perkiraan aset sebesar US$500 juta hingga US$1 miliar dan perkiraan kewajiban sebesar US$1 miliar hingga US$10 miliar. Perusahaan tersebut mencantumkan jumlah kreditor antara 50.001 dan 100.000.

Perlu diketahui di AS, kepopulerannya Tupperware sempat meledak pada tahun 1950-an. Ketika itu para wanita dari generasi pascaperang menjual wadah tersebut karena “mencari pemberdayaan dan kemandirian”.