Keresahan Warga Giriharjo Meningkat

Lampung Selatan, M-TJEK NEWS — Warga Dusun Giriharjo, Desa Merbau Mataram, Kecamatan Merbau Mataram, Lampung Selatan, mengeluhkan usaha kopra karena menghasilkan asap pekat, bau menyengat, dan kebisingan.

Aktivitas pengolahan kelapa yang berlangsung di tengah permukiman padat penduduk di dusun setempat membuat warga terus merasa terganggu.

“Warga pada ngeluh karena itu dikerjakan di rumah, sementara tetangganya banyak dan bahkan ada yang punya bayi,” kata seorang warga RT 1 yang enggan disebutkan namanya, Sabtu (2/11/2025).

  • Asap dan Limbah Mengganggu Kehidupan Sehari-hari

Pembakaran kelapa kering menghasilkan asap yang membuat warga tersengal, sementara warga melihat sisa air kelapa mengalir ke jalan dan selokan tanpa diolah.

“Bekas air kelapa dibiarkan mengalir gitu aja sampai ke jalan. Di selokan airnya sampai berwarna putih. Kalau siang panas begini, baunya menyengat seperti tai kucing,” ujar warga lain.

  • Kebisingan Hingga Tengah Malam Mengganggu

Selain mencemari udara, aktivitas pengolahan kopra menghasilkan suara bising yang mengganggu waktu istirahat warga.

“Kalau pagi itu kerjanya dari pagi sampai sore, dan dari sore sampai jam 12 bahkan terkadang sampai jam 1 malam. Suara mecahin kelapa itu berisik,” keluh seorang warga.

Warga lainnya juga khawatir karena beberapa pekerja masih berusia sekolah.

“Belum lagi pekerjanya ada yang masih usia sekolah,” tambahnya.

  • Warga Mendesak Pemindahan Usaha

Warga meminta agar usaha kopra dipindahkan dari permukiman ke lokasi yang lebih layak.

“Kami gak melarang orang cari rezeki, tapi jangan di tengah kampung. Asapnya bikin sesak, suaranya bising, anak-anak dan bayi jadi korban. Kalau bisa pindahkan ke tempat yang jauh dari rumah warga,” ujar seorang ibu rumah tangga setempat.

Mereka menuntut pemerintah turun tangan untuk memberikan solusi nyata.

“Kami cuma ingin udara bersih, lingkungan sehat, dan pemerintah hadir ngasih solusi, bukan cuma diam,” katanya.

  • Potensi Pelanggaran Hukum

Aktivitas pengolahan kopra berisiko melanggar UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Pasal 69 ayat (1) huruf e menyebutkan, “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.”

Sanksi diatur dalam Pasal 98 ayat (1): pidana penjara 3–10 tahun dan denda Rp3–10 miliar.


Baca Juga: Malam Keakraban Karang Taruna Tanjung Sari Sukses Perkuat Solidaritas Pemuda


Selain itu, pekerja usia sekolah berpotensi melanggar UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang melarang memperkerjakan anak di bawah 18 tahun dengan sanksi pidana maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp500 juta.

  • Kepala Desa Merbau Mataram Merespons

Sementara itu, Kepala Desa Merbau Mataram, Sulaiman, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, meminta warga datang langsung ke kantor desa.

“Ke bale (kantor desa_red) aja lur, ajak warga, jangan melalui WA,” ujarnya.

Keterangan singkat ini menunjukkan pemerintah desa belum mengambil langkah konkret terhadap keluhan warga, padahal masalah ini sudah berlangsung lama.

Sikap pasif pemerintah desa meningkatkan kekecewaan warga yang berharap mediasi segera dilakukan.

  • Negara Harus Hadir di Tengah Warga

Kasus di Dusun Giriharjo menyoroti lemahnya pengawasan lingkungan dan sosial di tingkat akar rumput. Hak warga atas lingkungan sehat dijamin oleh Pasal 28H ayat (1) UUD 1945:

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.”

Warga berharap Dinas Lingkungan Hidup Lampung Selatan segera turun ke lokasi untuk memeriksa izin, dampak lingkungan, dan perlindungan bagi pekerja anak. (Redaksi)