Opini Oleh: Arif Riana, Pimpinan Redaksi M-TJEK NEWS
Lampung Selatan, M-TJEK NEWS, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah lembaga strategis di tingkat desa yang sejatinya menjadi mitra kritis kepala desa.
Sayangnya, dalam banyak kasus, fungsi ini tumpul. BPD lebih sering tampil sebagai pelengkap formal, bahkan nyaris tak terdengar suara dan aksinya dalam menyuarakan kepentingan masyarakat.
Padahal, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa secara tegas menyebut bahwa BPD memiliki fungsi legislasi, pengawasan, dan penyaluran aspirasi (Pasal 55).
Dalam regulasi yang sama, Pasal 61 mempertegas bahwa BPD berhak meminta keterangan kepada Kepala Desa, serta menyatakan pendapat dalam rangka menjalankan fungsinya.
Bahkan, Pasal 56 menyatakan bahwa BPD bertugas membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa. Artinya: tidak ada Perdes tanpa BPD.
Namun, dalam praktiknya, banyak anggota BPD yang belum memahami posisi dan kekuatan hukum yang mereka miliki.
Banyak pula yang masih terjebak dalam budaya “ewuh pakewuh”, sehingga segan menyuarakan kritik meski ada penyimpangan dalam penggunaan anggaran maupun kebijakan desa yang tidak berpihak pada rakyat.
Baca Juga: Membangkitkan Karang Taruna : Antara Harapan dan Tantangan
Di beberapa desa di Lampung Selatan, kita sering menemukan BPD yang tak pernah rapat, tak punya aspirasi, bahkan tak tahu isi APBDes.
Miris, ketika lembaga yang seharusnya jadi penyeimbang justru ikut terlelap dalam kenyamanan sistem yang tidak sehat.
Padahal Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 bahkan lebih rinci menyebutkan bahwa BPD wajib menjaga prinsip tata kelola pemerintahan desa yang akuntabel, transparan, partisipatif, dan demokratis. Tapi, apakah prinsip itu hidup di lapangan? Belum tentu.
- Kita Butuh BPD yang Berani dan Berwibawa
BPD harus berani mengatakan “tidak” saat kebijakan desa menyimpang. Mereka bukan “ban serep” kepala desa, apalagi sekadar tukang tanda tangan. BPD adalah miniatur parlemen desa. Ia mewakili suara rakyat, bukan suara elite desa.
- Agar hal ini terwujud, saya mengusulkan:
1. Peningkatan kapasitas melalui pelatihan dan pembinaan berkala.
- Pemerintah Kabupaten/Kota harus aktif membina dan mendidik anggota BPD tentang peraturan perundangan, perencanaan desa, dan fungsi pengawasan.
2. Penguatan independensi BPD melalui aturan tegas soal anggaran.
- Tidak boleh ada ancaman pemotongan honor atau kegiatan hanya karena BPD menjalankan fungsi kontrol.
3. Pengawasan publik melalui pelaporan kinerja BPD secara berkala.
- Warga berhak tahu, apa saja yang sudah dan belum dilakukan oleh BPD selama satu tahun berjalan.
4. Revitalisasi Forum BPD lintas desa.
Dengan wadah ini, BPD antar desa bisa saling berbagi praktik baik, saling menguatkan, dan tidak mudah ditekan.
5. Mendorong partisipasi warga dalam setiap kegiatan dan keputusan desa.
BPD harus menjadi jembatan antara suara rakyat dan kebijakan desa. Jika warga diam, BPD harus bersuara.
- Seruan M-TJEK NEWS untuk Kebangkitan Demokrasi Desa
Jika demokrasi hanya berhenti di bilik suara saat Pilkades, maka desa akan kehilangan arah. Kita butuh BPD yang hidup, aktif, kritis, dan berpihak pada warga. Kita butuh pemimpin-pemimpin kecil yang berpikir besar di level desa.
Sebagai media yang lahir dari rahim rakyat desa, M-TJEK NEWS menyerukan kepada seluruh anggota BPD se-Lampung Selatan: bangkitlah, bersuara, dan jadilah harapan rakyat!
BPD bukan boneka. BPD adalah perwakilan suara rakyat. Mari kita kuatkan.
Arif Riana
Pimpinan Redaksi M-TJEK NEWS.