Lampung Selatan, M-TJEK NEWS- Belum reda persoalan penolakan Shelter Anjing Ilegal yang menuai protes warga Purwodadi Simpang Kecamatan Tanjung Bintang.

Kini, sebuah dugaan penyalahgunaan wewenang mencuat di Desa yang dipimpin oleh Lamidi, S.E., tersebut. 

Lamidi, diduga menggunakan bantuan motor roda tiga milik kelompok masyarakat untuk kepentingan desa tanpa izin resmi.

Padahal, kendaraan tersebut jelas-jelas tercatat sebagai aset Unit Pengelola Sampah “Karya Mandiri”, bukan milik pemerintah desa.

Informasi yang berhasil dihimpun oleh media ini, Motor roda tiga tipe KARYA 300 warna hitam, dengan nomor rangka MGRVR30TARL301533 dan nomor mesin YX300FMG24301372, atas nama STNK Unit Pengelola Sampah Karya Mandiri merupakan bantuan resmi dari Dinas PUPR


Baca Juga: Warga Gruduk Shelter Anjing, Ancam Pindahkan ke Balai Desa Jika Tak Selesai 4 Hari


Bantuan ini diberikan lengkap dengan mesin pencacah plastik sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap inisiatif pengelolaan sampah berbasis masyarakat.

Namun fakta di lapangan menyebutkan, sejak pertama kali datang, kendaraan bantuan ini tidak pernah digunakan oleh kelompok, melainkan langsung dikuasai oleh Kepala Desa dengan alasan untuk mengangkut sampah pasar. 

Ironisnya, tidak ditemukan dokumen peminjaman resmi, berita acara serah pakai, atau persetujuan tertulis dari kelompok penerima manfaat.

“Kami tidak pernah menyerahkan motor itu kepada desa. Itu bantuan langsung untuk kelompok kami, bukan untuk operasional desa,” tegas Yusuf, Ketua Kelompok Karya Mandiri, saat dikonfirmasi awak media, Kamis (5/6/2025).

  • Berpotensi Tindak Pidana Korupsi dan Penyalahgunaan Wewenang

Langkah berani Lamidi tersebut berpotensi melanggar sejumlah ketentuan hukum, antara lain:

Pasal 3 UU Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001):

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain,menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara…”

➡ Ancaman hukuman: Penjara maksimal 20 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.

Pasal 421 KUHP:

“Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan, memaksa seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu…”

➡ Ini berlaku jika kades menggunakan jabatannya untuk mengambil paksa atau menguasai aset bukan miliknya.

UU Desa No. 6 Tahun 2014 Pasal 29 huruf e:

“Kepala Desa dilarang menyalahgunakan wewenang, tugas, hak dan/atau kewajibannya.”

➡ Pelanggaran ini dapat dikenai sanksi administratif berat bahkan pemberhentian.

Permendagri No. 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah:

Aset bantuan kepada masyarakat tidak boleh dialihkan tanpa dokumen dan prosedur yang sah.

  • Bukan Milik Pribadi, Bukan Milik Desa

Penggunaan kendaraan ini oleh Kepala Desa jelas bertentangan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.


Baca Juga: Warga Dusun V Purwodadi Simpang Tolak Shelter Ilegal, Musyawarah Buntu


Tanpa dokumen serah terima resmi, tindakan ini bisa dikategorikan sebagai perampasan aset kelompok, dan dapat ditindak oleh Inspektorat Daerah, Kejaksaan, bahkan KPK jika terdapat unsur kerugian negara.

Sementara itu, kelompok masyarakat berharap agar Camat Tanjung Bintang dan Inspektorat bisa melakukan tindakan tegas kepada oknum Kades Purwodadi Simpang, Lamidi, S.E., tersebut.

  • Warga Minta Transparansi, Bukan Dalih Kewenangan

Kasus ini menjadi alarm penting bagi masyarakat desa agar tidak membiarkan penyalahgunaan jabatan berlindung di balik dalih “untuk kepentingan umum”.

Bantuan negara untuk masyarakat tidak boleh dijadikan mainan oleh pejabat desa.

“Kalau memang untuk pasar, ajukan proposal baru. Jangan ambil yang bukan haknya,” tegas Yusuf.

  • Menjaga Aset Rakyat, Menjaga Martabat Desa

Apa jadinya jika pemimpin tak lagi jadi pengayom, tapi justru pelanggar aturan? 

Apa jadinya jika bantuan negara untuk rakyat kecil malah dikuasai oleh segelintir orang yang berlindung di balik jabatan?

Warga Desa Purwodadi Simpang kini tidak hanya menolak shelter anjing ilegal yang menyesakkan lingkungan mereka, tapi juga mulai bersuara lantang menolak praktik-praktik kotor yang mencederai kepercayaan.

Karena di desa, keadilan bukan soal besar kecilnya masalah, tapi soal siapa yang berani melawan saat kebenaran diinjak-injak.

Saat dikonfirmasi wartawan, melalui pesan WhatSApp, pada Kamis (5/6/2025) Lamidi enggan menjawab. (ARF)