Aceh, M-TJEK NEWS – Seekor gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) dewasa ditemukan mati terjepit tumpukan kayu dan lumpur di Gampong Meunasah Lhok, Kecamatan Meureudu, pada Sabtu (29/11/2025).
Meski air banjir telah surut, sisa-sisa kerusakan masih terlihat di lokasi. Lumpur basah yang menutupi halaman rumah mengeras, kayu-kayu gelondongan berserakan, dan bau anyir masih memenuhi udara.
Menurut warga, tubuh gajah setengah terkubur lumpur dengan posisi kepala menghadap ke bawah. Lokasinya cukup jauh dari pemukiman dan hanya dapat dijangkau dengan berjalan kaki sekitar dua jam, melewati semak, sisa banjir, dan jalur yang kini sulit dikenali.
Penemuan ini menjadi simbol dahsyatnya bencana yang melanda kawasan tersebut, sekaligus menimbulkan keprihatinan warga terkait keselamatan satwa liar di daerah rawan banjir.
Warga Terkejut Melihat Gajah Terbawa Banjir
“Di desa ini tidak ada gajah. Kami tidak pernah melihat gajah masuk ke wilayah pemukiman karena habitatnya di hutan. Baru kali ini kami menemukan gajah mati karena banjir,” ujar Muhammad Yunus, warga yang pertama kali melihat bangkai gajah itu.
Warga hanya terpaku. Bukan karena takut, tetapi sulit mempercayai bahwa air yang datang dalam hitungan jam bisa menyeret makhluk sebesar itu jauh dari hutan menuju wilayah manusia.
Baca Juga: China dan RI Gelar Pertemuan Tingkat Tinggi di Istana
Hujan turun tanpa henti selama beberapa hari sehingga Sungai Meureudu di Pidie Jaya, Aceh, meluap.
Namun, tidak ada yang menduga aliran itu akan berubah menjadi gelombang besar yang membawa lumpur, pepohonan, batu, bangunan, bahkan hewan liar.
“Air itu datang bukan sebagai banjir biasa,” kata Tgk Razali, agamawan muda dan pimpinan dayah di Pidie Jaya yang meninjau lokasi terparah, pada Senin (1/12/2025).
“Banjir datang seperti dinding air, deru kerasnya seperti gempa. Orang-orang hanya punya waktu beberapa detik untuk menyelamatkan diri,” katanya.
Kerusakan Parah Terjadi di Meunasah Lhok
Di Gampong Meunasah Lhok, salah satu desa terdampak paling parah, rumah-rumah bukan hanya terendam, bahkan beberapa hilang tanpa bekas.
Jalan berubah menjadi aliran sungai, masjid tertutup lumpur hingga jendela, dan kendaraan menumpuk seperti sampah logam di tepi sungai.
Tgk Razali mengaku sempat terdiam saat melihat kondisi tersebut.
“Ada rumah yang hanya tersisa fondasi. Ada orang yang kehilangan keluarga, kehilangan rumah, kehilangan semua ingatan hidup mereka,” ujarnya.
Gajah Mati Jadi Titik Paling Emosional
Ia menambahkan bahwa pemandangan gajah mati di Meunasah Lhok menjadi titik paling emosional dari peninjauan itu.
“Jika gajah saja tak mampu melawan arus itu, bagaimana manusia bisa?” katanya, melontarkan pertanyaan retoris.
Kayu Gelondongan Menumpuk di Mana-mana
Selain lumpur, banjir juga membawa ribuan kayu gelondongan berdiameter besar. Batang-batang kayu itu menumpuk di halaman rumah, kebun, jalan desa, hingga pinggir sungai.
Kayu Gelondongan Hanyut hingga Permukiman
“Kami juga terkejut karena kayu-kayu sebesar ini hanyut sampai ke sini. Belum pernah terjadi sebelumnya,” lanjut Tgk Razali.
Banyak warga menduga kerusakan parah terjadi di hulu sungai. Pohon-pohon besar yang selama ini menjadi penahan air tampaknya ikut tumbang dan terbawa arus.
Relawan mencatat banyak warga kehilangan tempat tinggal. Sebagian masih mencari anggota keluarga yang belum ditemukan.
Anak-anak masih mengalami shock, hewan ternak mati, dan sawah tertimbun lumpur serta kayu.
Kisah Kehilangan di Posko Pengungsian
Di posko pengungsian, cerita-cerita kehilangan terus terdengar. Ada ibu yang kehilangan seluruh dokumen, pakaian, dan dapur tempat ia memasak.
Seorang bapak bercerita, ia harus menggendong ibunya yang sakit melewati arus setinggi dada. Ada keluarga yang kehilangan rumah dan mata pencaharian dalam satu malam.
Namun di tengah tragedi, solidaritas tetap tumbuh. Pemuda desa membentuk relawan spontan, para ibu berbagi makanan seadanya, dan azan masih terdengar meski masjid belum sepenuhnya bersih dari lumpur.
Bantuan Mendesak untuk Warga Terdampak
Hingga saat ini, warga masih bertahan di tenda darurat. Beberapa lokasi pengungsian mulai kehabisan makanan bayi. Selimut yang basah dan udara lembap membuat anak-anak rentan sakit.
Air bersih terbatas, sementara BBM langka, sehingga warga harus antre di SPBU Meurah Dua, Ulee Glee, dan sekitarnya hingga ratusan meter.
Bantuan Mendesak bagi Warga Terdampak
Menurut Tgk Razali, bantuan paling mendesak meliputi sembako dan makanan siap saji, pakaian layak pakai, selimut dan kebutuhan bayi, obat-obatan dan tenaga medis, bantuan logistik, alat berat, serta gas dan BBM.
Ia mengajak pemerintah, lembaga sosial, organisasi kemanusiaan, serta masyarakat luas—baik dari Aceh, Sumatra, daerah lain, hingga luar negeri—untuk turun tangan.
Aceh Pernah Runtuh dan Bangkit
Aceh telah melewati banyak peristiwa besar: tsunami, konflik, gempa, pandemi, dan kini banjir bandang terbesar dalam satu dekade terakhir.
“Bencana ini adalah ujian. Tapi selama kita masih saling membantu, Aceh tidak akan pernah kalah,” katanya.
Tak jauh dari bangkai gajah yang terdiam, seorang anak berdiri menatap kebingungan. Ia mungkin belum memahami sepenuhnya tragedi ini. (ARIF).













