Bandar Lampung, M-TJEK NEWS Menjelang sakaratul maut, banyak orang bertanya-tanya, apakah sebaiknya berdoa atau berdzikir. Pertanyaan ini tak hanya datang dari kalangan awam, tapi juga dari umat yang rutin menjalankan ibadah harian.

Di saat detik-detik terakhir kehidupan, pilihan antara doa dan dzikir menjadi perenungan penting bagi setiap muslim.

Dalam kehidupan masyarakat, sebagian besar beranggapan bahwa menghadapi sakaratul maut lebih utama dengan berdoa.

Namun, sebagian lainnya meyakini bahwa berdzikir dan mengingat Allah dengan lisan serta hati adalah amalan yang paling layak dilakukan.

  • Dzikir atau Doa Menjelang Kematian?

Ulama Nusantara, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau lebih akrab disapa Gus Baha, memberikan penjelasan mendalam mengenai amalan terbaik di ujung kehidupan.

Dalam sebuah ceramahnya, Gus Baha menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW menganjurkan untuk menyebut nama Allah ketika menghadapi sakaratul maut, bukan berdoa.

“Orang kalau mau meninggal itu sama Nabi hanya disuruh nyebut ‘Allah, Allah’. Nabi tidak menyuruh berdoa karena berdoa itu bagi orang kebanyakan,” jelas Gus Baha dalam ceramahnya, seperti dikutip dari kanal YouTube @Channel_Nasehat, Jumat (11/04/2025).

  • Dzikir Menguatkan Jiwa Menghadapi Ajal

Menurut Gus Baha, dzikir saat sakaratul maut lebih utama dibanding berdoa. Ia menilai bahwa doa sering kali disertai harapan-harapan yang bisa membuat hati gelisah, apalagi bila permintaan tersebut tidak segera dikabulkan.

Sebaliknya, menyebut nama Allah dalam dzikir menciptakan ketenangan jiwa dan kepasrahan penuh di hadapan Sang Pencipta.

“Kalau anda berdoa, pasti hati anda akan bertanya, doaku mujarab atau tidak? Doa saya makbul apa tidak?” ungkap Gus Baha.

Ketika seseorang berdzikir dengan menyebut nama Allah, ia menghilangkan tuntutan-tuntutan batin yang sering hadir dalam doa. Dzikir menghadirkan kedekatan spiritual yang lebih tulus dan tanpa syarat.

  • Sebarkan Nama Allah Hingga Nafas Terakhir

Gus Baha mengajak umat Islam untuk senantiasa mengucapkan dzikir, cukup dengan melafalkan “Allah, Allah” secara perlahan dan penuh kesadaran, hingga ajal menjemput.

“Sudah, sampai kamu mati bilang saja Allah, Allah, Allah,” tutur Gus Baha dengan lembut dan penuh ketegasan.

Ia juga menegaskan pentingnya mengenali sifat-sifat Allah saat berdzikir, agar dzikir bukan hanya lafaz di lisan, tetapi hadir dalam hati dan kesadaran penuh.

“Terus nyifati Allah. Kamu ingat Allah dengan segala sifatnya. Siapa Dia? Rahman, Rahim. Siapa Dia? Khairul ghafirin. Siapa Dia? Arhamurrahimin,” terang Gus Baha.

  • Menjadi Lebih Siap Menghadapi Kematian

Dalam menghadapi sakaratul maut, Gus Baha menegaskan bahwa dzikir menjadi sarana pengingat akan keagungan dan kasih sayang Allah.

Ketulusan dalam berdzikir membuat seseorang tidak terjebak dalam harapan-harapan duniawi, melainkan lebih siap dan pasrah kepada takdir Ilahi.

Pernyataan Gus Baha ini menguatkan pemahaman bahwa menghadapi kematian adalah momentum untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Dzikir bukan sekadar ritual, melainkan pengakuan atas kebesaran dan rahmat-Nya.

Ketika seseorang hanya menyebut nama Allah, ia tidak lagi memikirkan ganjaran atau hasil. Yang tersisa hanyalah rasa cinta, rindu, dan pasrah penuh kepada Allah yang Maha Pengasih.

Gus Baha juga mengingatkan, meski doa memiliki tempat istimewa dalam hidup seorang muslim, namun dalam menghadapi kematian, dzikir adalah jalan ketenangan batin yang paling dalam. (ARF)