Jakarta, M-TJEK NEWS,– Pemerintah Rusia meluncurkan kebijakan baru berupa insentif pelajar hamil yang ditujukan bagi siswi sekolah dan mahasiswi.
Tujuannya adalah meningkatkan angka kelahiran yang terus menurun, tetapi langkah ini memicu kritik luas karena dianggap berisiko mendorong kehamilan remaja.

BBC Rusia mencatat sejak Januari, 27 wilayah telah menerapkan kebijakan ini. Perempuan di bawah usia 25 tahun dapat mengklaim insentif satu kali dengan nominal bervariasi antar daerah, mulai dari 20.000 hingga 150.000 rubel—setara dengan Rp20 juta hingga Rp30 juta.
- Siswi Sekolah Termasuk Penerima, Tak Ada Batas Usia Minimum
Kebijakan ini bahkan diperluas hingga mencakup siswi sekolah. Di beberapa wilayah seperti Oryol, Bryansk, dan Kemerovo, pemerintah setempat tidak memberikan batas usia minimum bagi penerima insentif, selama usia legal hubungan seksual di Rusia—yaitu 16 tahun—telah terpenuhi.
Langkah ini menuai reaksi keras. Ksenia Goryacheva, anggota Duma (parlemen) Rusia yang mendukung pemerintahan Vladimir Putin, mengecam skema ini.
“Ketika seorang anak melahirkan anak, itu bukanlah heroisme, melainkan tragedi,” katanya.
“Jangan gunakan kepolosan anak-anak sebagai cara untuk memperbaiki statistik demografi.”
- Pemerintah Klaim Ini Dukungan Bagi Ibu Muda, Bukan Dorongan
Meski banyak kritik, beberapa pejabat membela program ini. Nina Ostanina, anggota Duma yang dikenal membela hak-hak keluarga, menilai kebijakan ini harus dilihat sebagai bentuk “propaganda melawan kelahiran dini”, bukan dorongan.
“Kebijakan ini bukan ajakan untuk melahirkan muda, tapi perlindungan atas nilai-nilai tradisional,” jelasnya.
Sementara Gubernur Oryol, Andrey Klychkov, menyebut insentif tersebut sebagai bentuk “dukungan terukur” yang disetujui oleh pemerintah pusat.
“Kita harus melihat ini sebagai bantuan bagi orang-orang dalam kondisi kehidupan yang sulit, bukan bahan untuk tajuk dramatis,” tegasnya.

- Angka Kelahiran Rusia Anjlok, Dikhawatirkan Jadi Bencana Nasional
Pada 2024, Rusia mencatat hanya 1,2 juta kelahiran, angka terendah dalam 25 tahun terakhir.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyebut situasi ini sebagai “bencana bagi masa depan bangsa.”
Badan statistik nasional Rosstat bahkan memperkirakan bahwa populasi Rusia bisa turun dari 146 juta pada awal 2023 menjadi hanya 139 juta pada 2046.
Presiden Vladimir Putin menjadikan isu demografi sebagai agenda prioritas. Dalam pidatonya akhir 2024, ia menegaskan bahwa meningkatkan angka kelahiran dan mendukung keluarga besar adalah target nasional utama.
- Skema Lama “Modal Bersalin” Kini Diperkuat dengan Insentif Baru
Sejak 2007, Rusia memiliki program “modal bersalin” untuk anak kedua dan kemudian diperluas ke anak pertama.
Kini, setiap keluarga bisa menerima 690.000 rubel (Rp140 juta) untuk anak pertama dan 222.000 rubel (Rp45 juta) untuk anak kedua.
- Insentif pelajar hamil ini hadir sebagai tambahan dari program tersebut.
Menteri Tenaga Kerja Rusia, Anton Kotyakov, mengatakan bahwa bantuan tersebut tidak dimaksudkan untuk mendorong kelahiran remaja.
“Dukungan negara harus diberikan kepada semua ibu yang membutuhkan. Pada usia berapa pun, mereka tidak boleh dibiarkan sendiri menghadapi situasi hidup mereka,” katanya.
- Efektivitas Jangka Panjang Diragukan Para Pakar
Meskipun insentif ini telah diberikan kepada sejumlah siswi sejak Januari, para ahli demografi meragukan keberhasilannya dalam jangka panjang.
Alexey Raksha, demografer independen Rusia, menjelaskan:
“Upaya untuk menstimulasi angka kelahiran anak pertama belum pernah berhasil dalam jangka panjang, baik di Rusia maupun di luar negeri.”
John Ermisch, profesor emeritus dari Universitas Oxford, bahkan lebih skeptis.
“Tanpa rasa stabilitas, perempuan tidak akan melahirkan berapa pun jumlah insentif yang ditawarkan,” katanya.
“Kehamilan remaja justru kerap membawa masalah sosial dan kesehatan ibu.”
- Tren Global: Kelahiran Mundur, Perempuan Menunda Punya Anak
Rusia bukan satu-satunya negara yang menghadapi tren penurunan angka kelahiran. Di banyak negara maju, perempuan memilih menunda punya anak karena alasan ekonomi, pendidikan, dan karier.
Namun, di Rusia, masalah ini diperparah oleh dampak perang Ukraina, ketidakpastian ekonomi, serta mobilisasi militer yang membuat banyak pria muda meninggalkan negara.
- Kesimpulan: Kontroversi Masih Panjang
Program insentif pelajar hamil ini menunjukkan upaya agresif Rusia dalam menghadapi krisis populasi.
Namun, jika tidak diiringi dengan jaminan stabilitas dan kesejahteraan, para pakar meyakini kebijakan ini hanya akan menghasilkan lonjakan sementara, lalu penurunan kembali. (*)